Hingga kini, masih banyak orang yang under estimate, merasa tidak mempercayai dengan dalil suudzon dan syak wasangka, apakah benar ada yang dinamakan dzikir jahar
atau dzikir keras. Kebanyakan dari mereka, mengira bahwa yang dinamakan
dzikir keras itu sesuatu yang tidak ada riwayat dari Rasulnya. Benarkah?
Sebagai
ilustrasi, sebagaimana orang bijak pernah berkata, bahwa manusia
akan dikumpulkan dengan orang yang disukainya. Jika ia mencintai musik,
maka ia akan berkumpul dengan para pecinta musik. Jika ia mencintai
hobi motor cross misalnya, maka ia akan berkumpul dengan
mereka yang mencitai hobi yang sama. Tidak perduli dengan suara bising
dan dentuman musik yang menjadi-jadi. Bagi mereka yang penting adalah
mencari kenikmatan.
Ya, begitulah bahwa manusia akan
dikumpulkan bersama dengan orang yang memiliki hobi dan minat yang
sama. Demikian juga dengan dzikir, atau bagi mereka yang menyukai
dzikir. Timbulnya pertanyaan, benarkah ada dzikir jahar, ialah keluar dari mereka yang memang belum mencintai apa itu dzikir jahar.
Padahal, Allah sendiri adalah firman-Nya menyatakan bahwa orang yang
beriman yang memiliki hati suci, jika mendengar dzikir akan tersentuh
dan gemetar hatinya, “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar
hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat
imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” (QS. Al Anfal ayat 2).
Dalam
ayat ini, Allah memberi isyarat bahwa mereka yang beriman tidak akan
merasa resah tetapi akan tersentuh hati dan jiwanya jika mendengarkan
dzikir. Dari ayat ini yang menjadi titik tekan adalah dalam kata dzukiro,
yang berarti dzikir itu dibacakan. Berarti orang yang beriman itu
mendengar bacaan dzikir, lalu mereka bergetar hatinya. Kemudian, kita
bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang bisa didengar atau terdengar itu
adalah suara yang dinyaringkan atau dikeraskan. Berarti dzikir dalam
ayat tersebut adalah dzikir jahar atau dzikir yang
dinyaringkan. Untuk lebih jelasnya, maka kita uraikan satu per satu
ayat Al Quran dan Hadits yang menerangkan tentang dzikir jahar.
HUKUM DZIKIR KERAS (JAHAR) DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
HUKUM DZIKIR JAHAR DALAM AQUR’AN
- 1. Q.S. AL-‘AROF AYAT 204 :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat .”
Penjelasan
ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar
atau dzikir keras. Namun, Ayat di atas seakan bertentangan dengan
Al-Qur’an dan hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam
hati seperti Q.S.Al-‘Arof ayat 205: “Sebutlah nama Allah di dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan tidak dengan suara yang keras dari
pagi sampai petang, Dan janganlah dirimu menjadi golongan yang lupa
(lalai).”
Sebenarnya Ayat 205 ini tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan diperintahkannya dzikir jahar.
Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang dzikir
keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang telah umum yang biasa
dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan, membaca talbiyah ketika
pelaksanakan haji, membaca al-qur’an dengan dikeraskan atau dilagukan,
membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain. Hanya saja, Q.S
Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang tidak
memakai gerak lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi
penjelasan Ayat 205 ini menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika
dibaca dalam hati pasti tidak akan mengeluarkan suara karena dzikirnya
sudah menggunakan hati, bahkan sudah tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan dari dua ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir dengan jaharkhofi) yang tidak memakai gerak lidah. (keras) maupun dzikir dalam hati (
- 2. Q.S.AL-BAQOROH AYAT 200 :
“Apabila
engkau telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan
menywebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu atau bahkan berdzikirlah lebih (nyaring dan banyak)
daripada itu.”
Menurut Ibnu Katsir, latar belakang
turunnya ayat ini ialah kebiasaan bangsa Arab, baik suku quraisy maupun
lainnya pada musim haji mereka biasanya berkumpul di Mudzalifah setelah
wukuf di Arafah. Disitu mereka membanggakan kebesaran nenek
moyang mereka dengan cara menyebut-nyebut kebesaran nenek moyang mereka
itu dalam pidato mereka. Ketika telah memeluk agama Islam, Nabi
memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf kemudian menuju mudzdalifah. Setelah mabit di mudzdalifah
mereka diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak
menunjukan perbedaan diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran
nenek moyang) seperti yang mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda
dengan Ibnu Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan
mengatakan, bila kamu selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada
Tuhanmu dengan baik (dengan cara menyebut-nyebut nama Allah)
sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu sewaktu kamu jahiliyah
atau sebutlah nama Allah itu lebih keras daripada kamu menyebut-nyebut
nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran Ibnu Abbas, seperti
terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”.
Dua
pendapat mufasir di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa
menyebut nama Allah dalam pengertian dzikrullah dianjurkan setelah
menunaikan ibadah haji,. Dzikrullah tersebut dikerjakan dengan suara
keras, bahkan boleh dengan suara yang lebih keras daripada suara
jahiliyah tatkala mereka menyebut nama nenek moyang mereka ketika
berhaji.
- 3. Q.S. AL-BAQOROH AYAT 114 :
“ Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalangi-halangi menyebut nama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya ..”
- 4. Q.S. AN-NUR AYAT 36 :
“ Didalam
semua rumah Allah diijinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk
berdzikir dengan menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi
dan petang.”
- 5. Dan lain-lain
HUKUM DZIKIR JAHAR MENURUT HADITS ROSUL
HADITS KE SATU
Dalam Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata: “Inna
rof’ash shauti bidzdzikri hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati kaana
‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu
idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.” Artinya :“Sesungguhnya
mengeraskan suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari
sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi Saw.
Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat melakukan hal itu karena saya
mendengarnya .”
Selanjutnya dalam hadits :“Suara
yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da
waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan
nur dzikir” (HR. Bukhari).
- HADITS KE DUA
Dari Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku
berada di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya
ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku
menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak,
maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebih baik daripada mereka” (HR. Bukhari).
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut dilakukan secara jahar.
- HADITS KE TIGA
Diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah
keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah
memiliki malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis
dzikir di dunia. Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka
bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’. Rasulullah menjawab:
‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri dengan dzikir
kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia. Karena malaikat hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khofi. Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun
dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau
dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari
dzikir yang diucapkan” (HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).
- HADITS KE EMPAT
Hadits yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah SAW, beliau bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah kepada sahabat-sahabatmu untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR. Imam Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya dzikir keras tetapi dianjurkan untuk melakukan dzikir jahar.
- HADITS KE LIMA
Didalam kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi
Saw, bersabda, “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang
munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” (H.R.Baihaqi)
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut “orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” Hadits ini menunjukan dzikir jahar karena dengan dzikir jahar (terdengar) itulah orang munafik akhirnya menyebutnya ria .
- HADIITS KE ENAM
Juga dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., berkata :“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah dzikir kepada Allah kendati kalian dikatakan gila”. (H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi)
- HADITS KE TUJUH,
Dari Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada
seorang yang mengeraskan suaranya dalam berdzikir, maka seorang
berkata, “ semestinya dia merendahkan suaranya.” Rosulullah bersabda,”
Biarkanlah dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“ (Al-Baihaqi).
Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “
Aku menyertai Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di
mesjid yang mengeraskan suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rosulullah,
tidaklah ia termasuk orang ria ? “ Beliau menjawab, “ Tidak,tetapi dia
pengeluh,” (H.R.Baihaqi).
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG DZIKIR JAHAR
Imam An-Nawawi berkata : “Bahwa
bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila takut ria, atau khawatir
mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur. Sedangkan yang jahar
(dzikir keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran tentang hal
ini, mengingat amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena ia
dapat membangkitkan kalbu orang yang membaca atau yang berdzikir, ia
mengumpulkan semangat untuk berfikir, mengalahkan pendengaran
kepadanya, mengusir tidur, dan menambah kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat Al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah).
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah
(keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan
wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap belajar menuju Allah,
untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab
(yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati jadi keras
bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong, ria,
iri dengki dan sebagainya)
Imam Al-Ghozali r.a. mengatakan: “Sunnat
dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di mesjid karena dengan banyak
suara keras akan memudahkan cepat hancurnya hati yang keras bagaikan
batu, seperti satu batu dipukul oleh orang banyak maka akan cepat
hancur”.
KENAPA MESTI DZIKIR KERAS?
Ulama
ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat kepada Allah
bisa diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati itu
bisa dicapai dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak berdzikir kepada Allah. Jadi, ma’rifat tidak
akan bisa diperoleh jika hati kita busuk penuh dengan kesombongan, ria,
takabur, iri dengki, dendam, pemarah, malas beribadah dan lain-lain.
Oleh sebab itu dzikir diantara salah satu cara (thiriqoh) untuk membersihkan hati.
Sebab,
manusia sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan Tuhan, sehingga
hati mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut,
mendorong manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal tersebut
sebagaimana kalimat yang tercantum dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat
74: “tsumma qosat quluubukum minba’di dzaalika fahiya kal hijaaroti aw asyaddu qoswatun”, artinya “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan lebih keras lagi”. Dari
ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan
hatinya keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu.
Maka,
jalan keluarnya untuk melembutkan hati yang telah keras bagaikan batu
sehingga kembali tunduk kepada Allah, sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “fakamaa annal hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil fakadzaalikal qolbu laayankasiru illa biquwwati ”, artinya “sebagaimana
batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh pukulan
palunya, demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan
pukulan kuatnya suara dzikir. “liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi shohibihi illa biquwwatin”, artinya “
Demikian pula dzikir tak akan memberi dampak dalam menghimpun fokus
hati pendzikirnya yang terpecah pada Allah kecuali dengan suara keras”.
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah
(keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan
wajib bagi murid-murid yang masih di dalam tahap belajar menuju Allah,
untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab
(yaitu penghalang yang akan menghalangi kita dekat kepada Allah,
seperti sifat-sifat jelek manusia: iri, dengki, sombong, takabur,dll
yang disumberkan oleh hati yang keras).
CARA BERDZIKIR DENGAN KERAS YANG DIAJARKAN ROSUL
Dalam hadits shohihnya, dari Yusuf Al-Kaorani : “Sesungguhnya
Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai Rosulullah,
tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling dekat
menuju Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling
utama di sisi Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu
mendawamkan dzikkrullah: Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana
cara berdzikirnya ya Rosulallah? Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua
matamu, dan dengarkan (ucapan) dariku tiga kali, kemudian ucapkan
olehmu tiga kali, dan aku akan mendengarkannya. Maka Nabi Saw.
Mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali sambil memejamkan kedua
matanya dan mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina ‘Ali r.a
mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw
memdengarkannya”. (Hadits dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya)
Dalam kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kiri”. Ayat
ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia agar
menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat
arah; 1. Depan 2.Belakang 3.Kanan 4.Kiri.Maka, dzikirnya pun harus
menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan kalimat “LAA” dengan
diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup
pintu syetan yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik
kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga
banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon. Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat “HA” diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH” diarahkan
ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup
pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu lapadz “ALLAAH”nya
diarahkan dengan agak keras ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari,
karena disanalah letaknya jantung atau hati (keras bagaikan batu)
sebagaimana pendapat Imam Al-ghozali.
Syarat berdzikir menurut para Ulama Tasawuf:
1. Dengan berwudlu sempurna
2. Dengan suara kuat/ keras
3. Dengan pukulan yang tepat ke hati sanubari
MANA YANG PALING UTAMA, DZIKIR KERAS (JAHAR) ATAU DZIKIR HATI (KHOFI)?
Dalam kitab ulfatu mutabarikin dan kitab makanatu Adz-dzikri bahwasanya
Rosul pernah bersabda: “sebaik-baik dzikir adalah dalam hati”. Dalam
kitab tersebut dijelaskan hal itu bagi orang yang telah mencapai
kelembutan bersama Allah, hati bersih dari penyakit, hati yang sudah
lembut. Sedangkan dzikir keras itu lebih utama bagi orang yang hatinya
keras bagaikan batu, sehingga sulit untuk tunduk pada perintah Allah
karena sudah dikuasai oleh nafsunya.
Dalam kitab Miftahu Ash-Shudur karya Sulthon Auliya As-Sayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “ Sulthon Awliya As-Sayyid Syekh Abu A-Mawahib Asy-Syadzili r.a. berkata: “Para
ulama toriqoh berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, apakah
dzikir sir (hati) atau dzikir jahar (keras), menurut pendapat saya
bahwa dzikir jahar lebih utama bagi pendzikir tingkat pemula (bidayah)
yang memang hanya dapat meraih dampak dzikir dengan suara keras dan
bahwa dzikir sir (pelan) lebih utama bagi pendzikir tingkat akhir
(nihayah) yang telah meraih Al-Jam’iyyah (keteguhan hati kepada Allah)” .
Imam
Bukhori, dalam kitab Sahihnya bab dzikir setelah salat fardlu, berkata:
“ Ishaq ibnu Nasr memberitahu kami, dia berkata’Amru memberitahu saya
bahwa Abu Ma’bad, pelayan Ibnu Abbas, semoga Allah meridloi keduanya,
memberitahu Ibnu Abbas bahwa “Mengeraskan suara dalam
berdzikir ketika jama’ah selesai dan shalat fardlu sudah biasa
dilakukan pada masa Nabi Muhammad. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu hal
itu, saat mereka selesai shalat karena aku mendengarnya”.
Sayyid Ahmad Qusyayi. Q.s., berkata: ”inilah dalil keutamaan dzikir
keras (jahar) yang didengar orang lain, dengan demikian ia membuat
orang lain berdzikir kepada Allah dengan dzikirnya kepada Allah“.
DZIKIR KERAS MERESAHKAN?
Dzikir
keras tidak akan meresahkan atau mengganggu orang yang hatinya penuh
dengan cinta kepada Allah. Dengan terdengarnya dzikir menjadi magnet
(daya tarik) yang kuat bagi orang yang beriman, bahkan menjadi
kenikmatan tersendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an
QS.Al-Anfal ayat 2 :
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya
bertambah kuat imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” .
ALLAH TIDAK TULI
Ada anekdot dari seorang Ulama Tasawuf pengamal thoriqoh: suatu hari ada dialog antara mahasiswi dan ulama tasawuf. Mahasiswi bertanya: “Pak Kiai, kenapa dzikir mesti keras (jahar)
padahal Allah itu tidak tuli?”. Ulama Tasawuf menjawab dengan
membalikan pertanyaan: “yang bisa kena sifat tuli itu yang memiliki
telinga atau tidak?”. Mahasiswi menjawab: “iya yang punya telinga”.
Ulama Tasawuf kembali bertanya: “Kalau Allah punya telinga tidak?”.
Mahasiswi menjawab: “tidak punya”. Ulama tasawuf kembali bertanya lagi:
“apakah dengan suara keras makhluk akan merusak pendengaran Allah?”.
Mahasiswi menjawab: “tidak Pak Kiai”.
Selanjutnya Ulama Tasawuf
mengatakan: “oleh sebab itu istighfarlah dan bersyahadatlah dengan
baik, bagaimanapun Allah tidak akan tuli dan tidak akan rusak
pendengaran-Nya oleh suara kerasnya makhluk. Bagi-Nya suara keras
maupun pelan terdengar oleh Allah sama. Hanya saja, hati manusia yang
tuli akan perintah Allah. Jadi, dzikir keras bukan untuk Allah dan
bukan ingin didengar oleh Allah karena Allah sudah tahu. Tapi tujuan
dzikir keras itu diarahkan untuk hati yang tuli kepada Allah yang keras
bagaikan batu sedangkan kita tahu batu itu tidak akan hancur kecuali
dengan pukulan yang kuat, begitupun hati yang keras bagaikan batu tidak
akan hancur kecuali dengan suara pukulan dzikir yang kuat. Jadi, Allah
tidak butuh akan dzikir kita, sebaliknya kitalah yang butuh akan dzikir
kepada Allah supaya hati menjadi lembut, bersih dan ma’rifat kepada
Allah.
Wallahu’alam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar